Tuesday, July 6, 2010

Lagi Action Sang Cameramen


Sang Cameraemn Lagi Action, Mengintip mangsa obyek di tepi bukit.......fotografer by Oviek

Foto Ultah OB Tahun 2009

Foto Ultah OB Tahun 2009, Fotografer Simbah

Foto Koleksi Preweding di Belakang Padang

Foto Koleksi Preweding di Belakang Padang karya Buaya Studio, Fotografer Oviek & Simbah

Monday, July 5, 2010

Bahan BrainStroming Multimedia

Bahan BrainStroming Multimedia

Untuk bahan brainstroming audio visual, Diharapkan untuk mengumpulkan lirik lagu dalam bentuk PRINT OUT !!! dengan kriteria :

     2 lirik lagu indonesia (sesuai dengan aliran masing-masing), lebih bagu skalau lirik lagu tersebut belum di buat video klipnya……

So kalo nggak bawa.. ya berarti anda nggak brainstroming !! brarti ilanglah point anda !! hehehe

Tugas ini di bawa buat perkuliahan hari Senin, tanggal 5 & 11 Juli 2010















Wedding Photography, 2010 by Oviek & Simbah



 Wedding Photopgaphy, 2010

BOcah ganteng yang lagi Actiob




















on trus meski di tepi tebing yang mau runtuh.........tahun 2010 di tebing Baloi Kota Batam

Gurindam Model Sesion

Gurindam Model Sesion

Monday, January 25, 2010

Promo Paket PreWedding Akhir Tahun

DAPATKAN PROMO AKHIR TAHUN DENGAN HARGA MURAH:

- PAKET PREWEDDING Rp. 2.500.000,-
- - 1 buah Frame Minimalis uk.16 R dan Cetak Foto nya Full Desain
- Cetak Foto 4 R Pre Wedding sebanyak 37 Piece atau 1 Roll
- Album Exsklusive
- Free Make Up 
 - Free Costum baju kebaya/gaun (pilih salah satu)
   (Konstum Casual Bawa Sendiri sesuai dengan Keinginan)
- Dvd Backup Picture + Cover
- Photo all data
- Lokasi pilihan Outdoor: Ocarina, Batam Centre (Wellcome Batam), Golden City, Barelang

- PAKET PREWEDDING + WEDDING CINEMA/VIDEO Rp. 3.500.000,-
- 1 buah Frame Minimalis uk.24 R dan Cetak Foto nya Full Desain
- Cetak Foto 4 R Pre Wedding sebanyak 37 Piece atau 1 Roll
- Album Exsklusive
- Free Make Up 
 - Free Costum baju kebaya dan gaun
   (Konstum Casual Bawa Sendiri sesuai dengan Keinginan)
- DVD Backup Picture + Cover
- DVD berisi Video Selama Pemotretan berlangsung
- DVD Picture Slide Show
- Lokasi pilihan Outdoor: Ocarina, Batam Centre (Wellcome Batam), Golden City, Barelang,
  Khusus Resort dan lokasi sesuai dengan keinginan klien biaya sewa cash tempat ditanggung oleh klien

NB : Transport Model/ Pengantin Bawa Sendiri Biar sesuai dengan keinginan gt yachh...

Untuk Pesanan Silahkan menghubungi :

Aljabar Foto, Buaya Studio & Gurindam Production House : 085264686864 (Ridwan)

Monday, January 4, 2010

FOTOGRAFI KREATIF

FOTOGRAFI KREATIF

I. Tujuan Praktikum
II. Dasar Teori
Fotografi Kreatif (Digital Vari-Program)
Selain program auto, D80 juga menawarkan enam mode digital vari-program lainnya. Program yang dipilih akan secara otomatis mengoptimalkan setting yang dipilih.

Untuk mengambil gambar menggunakan program: putar mode dial ke program yang diinginkan, arahkan gambar, fokuskan dan ambil gambar.
Area Fokus:
• Untuk program Portrait, Landscape, Night Landscape dan night portrait, kamera akan memilih focus secara otomatis.
• Untuk program Close Up, kamera akan focus pada objek ditengah area focus. Fokus yang lain dapat dipilih menggunakan multi selector.
• Untuk program Sport, kamera akan focus secara kontinyu saat tombol shutter ditekan setengah penuh, melacak subjek ditengah area focus. Jika subjek meninggalkan center area focus, maka kamera akan terus mencari focus dari area focus lainnya.

1. Portrait: mode ini digunakan untuk memfoto objek dengan format portrait, dimana objek ditonjolkan dengan jelas (dominan), sedangkan detail latar belakang dibuat agar tampak kabur (blur).
2. Landscape: mode ini digunakan untuk membuat transisi bagian-bagian gambar dengan garis yang nyata dan warna yang kontras.
3. Close up: mode ini digunakan untuk pengambilan gambar dari jarak dekat, untuk menonjolkan detail subjek foto. Pada mode ini kamera akan menggunakan focus pusat , meski kemudian focus dapat diubah-ubah. Untuk mencegah objek kabur akibat hand shake, gunakan tripod dan self-timer.
4. Sports: Dengan kecepatan shutter yang tinggi pada mode sport dapat membekukan gerak dari sebuah objek yang sedang bergerak.
5. Night Landscape: shutter speed yang lambat dapat digunakan untuk menghasilkan landscape malam yang tenang. Built-in flash dan AF-assist illuminator akan dinon aktifkan. Disarankan untuk menggunakan tripod agar gambar tidak blur.
6. Night portrait: digunakan untuk keseimbangan antara latar belakang dan subjek pada kondisi dengan pencahayaan yang kurang.

PENGERTIAN FOTOGRAFI

Pengertian Fotografi, Fotografi (Photography, Ingrris) berasal dari 2 kata yaitu Photo yang berarti cahaya dan Graph yang berarti tulisan / lukisan. Dalam seni rupa, fotografi adalah proses melukis / menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada cahaya, berarti tidak ada foto yang bisa dibuat

Prinsip fotografi adalah memokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghailkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa).

Untuk menghasilkan intensitas cahaya yang tepat untuk menghasilkan gambar, digunakan bantuan alat ukur berupa lightmeter. Setelah mendapat ukuran pencahayaan yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur intensitas cahaya tersebut dengan merubah kombinasi ISO / ASA (ISO Speed), Diafragma (Aperture), dan Kecepatan Rana (Speed). Kombinasi antara ISO, Diafragma & Speed selanjutnya disebut sebagai Eksposur (Exposure)

Di era fotografi digital dimana film tidak digunakan, maka kecepatan film yang semula digunakan berkembang menjadi Digital ISO

Sejarah Fotografi Indonesia (2)


Makalah Perkembangan Fotografi di Indonesia

Oleh: Abdul Hapiz Hilman (200646500088/ Fotografi 1/ Univ. Indraprasta PGRI/2008)





SEGALA sesuatu di dunia ini seperti fotografi pasti memiliki sejarah yang melatar belakanginya, sejak diperkenalkan di tahun 1820-an, Fotografi berkembang sedemikian pesatnya. Dahulu, pemotretan dilakukan dengan Eksposure (Penyinaran) sampai berjam-jam. Saat ini teknologi memungkinkan pemotretan dalam hitungan per detik.





Perkembangan fotografi di Indonesia bermula dari masa penjajahan dan Para Fotografer pada zaman "VOC" bukan dari kalangan awam kebanyakan mereka (orang Indonesia) berasal dari kalangan kelas menengah dan pernah belajar di sekolah-sekolah didikan Hindia-Belanda serta banyak fotografer Indonesia yang berdarah atau keturunan Belanda. Kebanyakan karya mereka berkutat pada momen sejarah yang terjadi di Indonesia, bisa dilihat banyak karya-karya foto mereka yang menjadi saksi bisu dalam buku-buku sejarah SMP khususnya yang banyak memuat foto-foto yang berkenaan dengan perang & detik-detik proklamasi kemerdekaan.





Begitulah sekelumit sejarah singkat perkembangan fotografi Indonesia, yang memperlihatkan bahwa di zaman dulu yang namanya suatu foto begitu penting & sangat "mahal", karena foto-foto sejarah adalah momen yang abadi serta fotografi dulu merupakan ilmu yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja, namun semakin berkembangnya zaman dunia fotografi mulai didalami oleh semua kalangan.





Karena itulah saya sebagai penulis ingin sekali mengangkat sejarah perkembangan fotografi dalam makalah ini dimulai dari sejarah fotografi pertama kalinya, perkembangannya ke seluruh dunia termasuk Indonesia, serta tokoh-tokoh penting dalam sejarah fotografi di Indonesia dari dulu sampai sekarang, sehingga kita bisa tahu siapa-siapa saja orang yang berjasa dalam perkembangan dunia fotografi di Indonesia.




MUNGKIN topik dalam makalah ini sedikit banyak dibumbui sejarah-sejarah dunia fotografi di Indonesia di masa-masa kemerdekaan hingga perkembangan fotografi di masa sekarang yang lebih canggih, namun disamping kemudahan yang selalu digembar-gemborkan oleh masing-masing produsen kamera, namun sejarah dalam dunia fotografi harus kita ketahui dan pelajari karena dalam mempelajari foto serta penggunaan Kamera dibutuhkan dasar-dasar akan hal itu, begitupun dengan perkembangan dari fotografi itu sendiri, sehingga kita bukan hanya mempelajari kamera, film pada fotografi, dan yang lain-lainnya melainkan kita harus mengetahui pula siapa-siapa saja yang membuat perkembangan itu semua hingga momen-momen apa saja yang terjadi dengan adanya perkembangan dalam dunia fotografi di Indonesia khususnya.





Oleh karena itu, saya ingin mencoba membuka kembali semangat dan kecintaan kita akan hal mempelajari sejarah serta perkembangan apapun juga, khususnya perkembangan fotografi, saya akan memberikan gambaran sejarah perkembangan itu semua secara lebih jelas mengenai hal ini, semoga bermanfaat untuk kita semua khususnya bagi kita Mahasiswa yang masuk jurusan Desain Komunikasi Visual atau yang ingin mempelajari seluk-beluk perkembangan fotografi di Indonesia.




DALAM karya ilmiah ini saya menitikberatkan pembahasan pada sejarah perkembangan fotografi di Indonesia serta tokoh-tokoh penting di dalamnya. Sekarang ini, jika kita perhatikan kebanyakan orang atau jarang ada yang peduli dengan sejarah masa lalu apapun itu, entah sejarah perang kemerdekaan atau tentang perkembangan fotografi itu sendiri, mungkin kurangnya media yang menceritakan secara lugas, & tepercaya dalam memberikan sejarah perkembangan fotografi di Indonesia, sehingga banyak dari kita tak tahu menahu akan hal ini.






Semoga dengan adanya makalah ini sedikit banyaknya dapat membuka wawasan kita tentang perkembangan fotografi di Indonesia dari masa ke masa, serta tak lupa pula tokoh-tokoh apa saja yang ada di balik perkembangan dunia fotografi di Indonesia.






SIAPA yang tidak mengenal kamera? Anak kecil zaman sekarang pun sudah terbiasa memegang dan bergaya di hadapan kamera. Yang perlu dilakukan hanyalah menekan satu tombol, momen yang ingin disimpan dapat tertangkap oleh kamera. Pada hakikatnya, fotografi merupakan teknik untuk menghasilkan gambar yang tahan lama melalui suatu reaksi kimia yang terjadi, ketika cahaya menyentuh permukaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.






Sejarah fotografi saat ini, berhutang banyak pada beberapa nama yang memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan fotografi sampai era digital sekarang. Kita mencatat nama Al Hazen, seorang pelajar berkebangsaan Arab yang menulis bahwa citra dapat dibentuk dari cahaya yang melewati sebuah lubang kecil pada tahun 1000 M. Kurang lebih 400 tahun kemudian, Leonardo da Vinci, juga menulis mengenai fenomena yang sama. Namun, Battista Delta Porta, juga menulis hal tersebut, sehingga dia yang dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera melalui bukunya, Camera Obscura.






Awal abad 17, Ilmuwan Italia, Angelo Sala menemukan bahwa bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Bahkan saat itu, dengan komponen kimia tersebut, ia telah berhasil merekam gambar-gambar yang tak bertahan lama. Hanya saja masalah yang dihadapinya adalah menyelesaikan proses kimia setelah gambar-gambar itu terekam sehingga permanen.






Pada 1727, Johann Heinrich Schuize, profesor farmasi dari Universitas di Jerman, juga menemukan hal yang sama pada percobaan yang tak berhubungan dengan fotografi. Ia memastikan bahwa komponen perak nitrat menjadi hitam karena cahaya dan bukan oleh panas.





Sekitar tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang Inggris, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra yang telah melalui lensa pada kamera obscura yang sekarang ini disebut kamera, tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schuize, membuat gambar-gambar negatif, pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak dan menggunakan cahaya matahari sebagai penyinaran.





Tahun 1824, setelah melalui berbagai proses penyempurnaan oleh berbagai orang dengan berbagai jenis pekerjaan dari berbagai negara. Akhirnya Joseph Nieephore Niepee, seorang lithograf berhasil membuat gambar permanen pertama yang dapat disebut "FOTO" dengan tidak menggunakan kamera, melalui proses yang disebutnya Heliogravure atau proses kerjanya mirip lithograf dengan menggunakan sejenis aspal yang disebutnya Bitumen of judea, sebagai bahan kimia dasarnya. Kemudian dicobanya menggunakan kamera, namun ada sumber yang menyebutkan Niepee sebagai orang pertama yang menggunakan lensa pada camera obscura. Pada masa itu lazimnya camera obscura hanya berlubang kecil, juga bahan kimia lainnya, tapi hasilnya tidak memuaskan.





Agustus 1827, Setelah saling menyurati beberapa waktu sebelumnya, Niepce berjumpa dengan Louis Daguerre, pria Perancis dengan beragam ketrampilan tapi dikenal sebagai pelukis. Mereka merencanakan kerjasama untuk menghasilkan foto melalui penggunaan kamera.





Tahun 1829, Niepee secara resmi bekerja sama dengan Daguerre, tapi Niepee meninggal dunia pada tahun 1833. Dan tanggal 7 Januari 1839, dengan bantuan seorang ilmuwan untuk memaparkan secara ilmiah, Daguerre mengumumkan hasil penelitian. Penelitiannya selama ini kepada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis. Hasil kerjanya yang berupa foto-foto yang permanen itu disebut DAGUERRETYPE, yang tak dapat diperbanyak atau reprint atau repro.





Saat itu Daguerre telah memiliki foto studio komersil dan Daguerretype tertua yang masih ada hingga kini diciptakannya tahun 1837.





Tanggal 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot, seorang ilmuwan Inggris, memaparkan hasil penemuannya berupa proses fotografi modern kepada Institut Kerajaan Inggris. Berbeda dengan Daguerre, ia menemukan sistem negatif-positif (bahan dasar: perak nitrat, diatas kertas). Walau telah menggunakan kamera, sistem itu masih sederhana seperti apa yang sekarang kita istilahkan: Contactprint (print yang dibuat tanpa pembesaran atau pengecilan).





Juni 1840, Talbot memperkenalkan Calotype, perbaikan dari sistem sebelumnya, juga menghasilkan negatif diatas kertas. Dan pada Oktober 1847. Abel Niepee de St Victor, keponakan Niepee, memperkenalkan pengunaan kaca sebagai base negatif menggantikan kertas.





Pada Januari 1850. Seorang ahli kimia Inggris, Robert Bingham, memperkenalkan penggunaan Collodion sebagai emulsi foto, yang saat itu cukup populer dengan sebutan WET-PLATE Fotografi.





Setelah berbagai perkembangan dan penyempurnaan, penggunaan roll film mulai dikenal. Juni 1888, George Eastman, seorang Amerika, menciptakan revolusi fotografi dunia hasilpenelitiannya sejak 1877. Ia menjual produk baru dengan merek KODAK berupa sebuah kamera box kecil dan ringan, yang telah berisi roll film (dengan bahan kimia Perak Bromida) untuk 100 exposure. Bila seluruh film digunakan, kamera ini yang diisi film dikirim ke perusahaan Eastman untuk diproses.






Setelah itu kamera dikirimkan kembali dan telah berisi roll film yang baru. Berbeda dengan kamera masa itu yang besar dan kurang praktis, produk baru tersebut memungkinkan siapa saja dapat memotret dengan leluasa.Hingga kini perkembangan fotografi terus mengalami perkembangan dan berevolusi menjadi film-film digital yang mutakhir tanpa menggunakan roll film.





Selanjutnya, secara bertahap fotografi berkembang ke arah penyempurnaan teknik dan kualitas gambarnya sampai pada akhir abad ke-19, fotografi telah mencapai kualitas hasil yang mendekati seperti yang dikenal sekarang. Namun, sebenarnya perkembangan foto seni di Indonesia sendiri telah berkembang di akhir abad ke-18, ada orang Indonesia yang telah membuat foto-foto indah menawan di dalam studio maupun di alam bebas, foto-foto itu jelas sekali bernapaskan seni seperti yang dikenal sekarang.





Objek, lighting, dan komposisinya jelas sekali diperhitungkan dengan masak saat pemotretan. Pencetakan fotonya pun sangat brilian, sehingga hasil fotonya menjadi indah menawan bagaikan lukisan-foto piktorial. Perbedaan yang dapat dilihat dengan jelas adalah sebagian besar foto terekam beku. Jika memotret manusia, maka si model diwajibkan diam beberapa saat. Hal ini dapat dimaklumi karena teknologi fotografi saat itu masih sederhana, body kamera berukuran besar, sedangkan filmnya masih dalam bentuk lembaran (bukan rol), bahkan bahan dasarnya kaca atau seluloid, dengan kepekaan (ASA) yang masih rendah. Mekanis pada lensa juga sangat sederhana, bahkan banyak lensa yang mempunyai satu bukaan diafragma dan tidak disertai lembaran daun diafragma, sehingga pemotretan dilakukan dengan cara membuka dan menutup lensa.




Sejarah Fotografi di Indonesia





Bagian 1

Kassian Cephas, orang Jawa kelahiran Yogyakarta, 15 Januari 1845, oleh banyak pihak diakui sebagai fotografer pertama Indonesia. Fotografer lainnya yang ada di Indonesia sebagian besar adalah keturunan Belanda. Kassian Chepas yang tinggal dan punya studio di Yogyakarta juga merupakan "pemotret resmi" Kraton Yogyakarta. Selain memotret kalangan elite, Kassian Chepas juga banyak memotret candi dan bangunan bersejarah lainnya terutama yang ada di sekitar Yogyakarta. Selain karya Chepas, foto-foto kuno yang dibuat pada akhir dan awal tahun 1900-an (sayang sekali banyak yang tidak diketahui siapa pemotretnya), banyak juga yang menampilkan sisi keindahan dengan objek panorama maupun human interest.





Selain itu, ada pula Ansel Adam seorang "fine art photographer" Amerika terbesar dari abad ke-20. Ansel Adam tidak hanya dihargai dari karya foto-fotonya saja, juga dari dedikasinya dalam dunia pendidikan fotografi. Ansel bersama Fred Archer pada 1940-an memperkenalkan suatu metode yang dikenal dengan nama zone system (ZS).





Metode temuan Ansel ini secara umum adalah proses terencana dalam pembuatan foto, mulai dari pra-visualisasi kemudian mengkalkulasi pencahayaan secara tepat, sampai memproses film secara akurat. Hasil akhirnya adalah negatif foto yang prima sebagai pondasi utama membuat cetakan foto yang berkualitas juga maksimal. Metode ZS, bila dipahami secara benar, akan sangat membantu fotografer menghasilkan foto semaksimal mungkin sehingga tidak lagi mengharapkan suatu keberuntungan semata dalam menentukan perhitungan pencahayaan. Segalanya telah diprediksi dan direncanakan dengan baik.





Bagian 2

"Kisah Sebuah Kamera Tua yang Bersejarah di Indonesia"


PADA waktu mendapat warisan sebuah kamera tua dari Isman, ayahnya, yang meninggal dunia tahun 1975, Koen Soelistijo (kini pensiunan karyawan swasta) merasa mendapat durian runtuh. Kamera dengan merek Tropen Deckrullo itu bukan saja menjadi kenangan yang sangat berharga bagi dirinya, tetapi ternyata juga meninggalkan banyak jejak keluarganya secara visual, yaitu negatif-negatif foto tua yang masih baik keadaannya.





Ada sekitar 20 negatif kaca berukuran 9 x 12 sentimeter yang ada bersama kamera Tropen itu. Ternyata, foto-foto lama itu tidak saja bersejarah bagi keluarga Koen Soelistijo saja. Bagi sejarah fotografi Indonesia, kamera tua Tropen itu jadi bersejarah pula.





Dari kamera itu kita tahu bahwa pribumi Indonesia sudah ada yang membeli kamera (yang sangat mahal saat itu) pada tahun 1921. Memang perlu data lebih banyak untuk tahu siapa pribumi pertama Indonesia yang memiliki kamera. Kalau fotografer pribumi pertama yang dikenal sampai saat ini adalah Kassian Cephas yang sudah memotret sejak akhir abad ke-19.





Ayah Koen Soelistijo, yaitu Isman, membeli kamera itu pada tanggal 10 Februari 1921 saat masih menjadi siswa Kweekschool Djetis, Yogyakarta, yang saat itu adalah sekolah calon guru.






Isman (almarhum) rupanya orang yang sangat teliti dalam segala hal. Kuitansi asli pembelian kamera itu masih tersimpan dengan baik. Harga kamera Tropen itu dengan peralatannya saat dibeli adalah 475 gulden. Sulit dicari padanannya dengan harga emas atau beras saat itu karena tidak ada data lain yang bisa didapat.




Akan tetapi, yang pasti, kamera itu pasti sangat mahal. "Menurut ayah saya, saat kamera itu dibeli, di Yogyakarta baru ada dua studio foto," kata Koen Soelistijo. Menurut Koen, ayahnya selalu memproses sendiri hasil potretannya. Dari kuitansi pembelian, jelas terlihat bahwa Isman membeli aneka aksesoris lain termasuk sebuah tripod dari kayu.





Kamera Tropen itu memang kamera langka karena merek itu pun sudah tidak terdengar lagi kini. Format film yang dipakai pun aneh, yaitu 9 x 12 sentimeter. Biasanya untuk kamera format besar seperti Tropen itu, format yang dipakai bahkan sampai saat ini adalah 4 x 5 inci (10 x 12,5 sentimeter) atau 8 x 10 inci, atau 16 x 20 inci.





Akan tetapi, ini bisa dimaklumi karena kamera Tropen buatan Belanda. Pada zaman itu, Eropa dan Amerika punya standar masing-masing dalam kamera. Standar dunia yang dipakai saat ini untuk kamera format besar memang standar Amerika yang memakai inci.





Kamera Tropen itu menghasilkan gambar yang sangat baik, tajam, dan kontrasnya bagus sekali. Maklum, lensa yang dipakainya adalah Carl Zeiss yang memang sangat terkenal sampai sekarang.






Sejarah yang ditorehkan kamera Tropen itu bisa juga kita nikmati bersama. Simaklah foto upacara Tedak Siti (Upacara Turun Tanah) yang dilakukan kakak Koen Soelistijo, Koentjiati, pada tahun 1930-an. Kita jadi tahu sedikit pada apa yang dilakukan atas anak yang mulai bisa berjalan itu. Juga kita bisa melihat bentuk mobil pada tahun 1920-an, yaitu foto keluarga Isman di Madiun, Jawa Timur. Kita jadi tahu pula bahwa nomor mobil Madiun sudah AE sejak dulu.





Lihat pula foto-foto Isman bersama teman-temannya di Kweekschool Djetis, yang waktu itu adalah sekolah calon guru. Saat ini gedung sekolah yang tampak di latar belakang itu adalah STM Jetis. Bagi orang- orang yang pernah bersekolah di sana, foto itu pasti meninggalkan kesan tersendiri.






Isman yang lulusan Kweekschool Djetis, kemudian ikut mendirikan SMP 1 Solo dan patungnya masih ada di Gedung SMP 1 Solo itu. Pendeknya, kamera Tropen yang dimiliki Koen Soelistijo adalah sebuah bukti jejak bersejarah tidak hanya bagi keluarga Koen. Bagi dunia fotografi Indonesia, setidaknya kamera itu berkata, "Sebelum Sumpah Pemuda dilakukan sudah ada pemuda Indonesia yang menjadi penggemar fotografi secara amatir."





Bagian 3

"FRANS MENDUR - Pejuang Proklamasi Indonesia"

…"Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan

Indonesia… "





Peristiwa pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 jam 10 pagi di Pegangsaan Timur oleh Bung Karno dan Bung Hatta, ternyata terdokumentasi oleh Frans Mendur, putra Kawangkoan melalui kameranya, secara sembunyi-sembunyi karena dia diincar tentara penjajah Jepang Hasil jepretan Frans Mendur pun mau dirampas atau disita pihak tentara Jepang, tapi Frans berdusta. Bahwa filmnya sudah tidak ada ditangannya. Fotografer lain?





Sama sekali tidak ada pada saat peristiwa bersejarah itu. Andaikata tidak ada Frans Mendur, maka kita tidak akan punya satu foto dokumentasi pun dari peristiwa proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia kembali memperingati kemerdekaannya. Tahun ini kita telah 62 tahun merdeka. Untuk mengenang saat-saat menjelang proklamasi kemerdekaan, sebaiknya kita mendatangi sebuah gedung di Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, berdekatan dengan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU).






Di tempat gedung bercat putih berlantai dua itu berada, pada masa Belanda bernama Oranye Boulevard dan masa Jepang Meijidori. Di sinilah tinggal Laksamana Muda Tadashi Maeda, penghubung AL Jepang. Di gedung bergaya Eropa yang dibangun pada 1930-an itulah Bung Karno dan Bung Hatta serta para pemimpin bangsa kala itu menyiapkan naskah proklamasi kemerdekaan RI. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada 16 Agustus tengah malam, setelah keduanya pulang dari Rengasdenglok karena diculik para pemuda militan. Naskah proklamasi yang kemudian pada tiap tahun peringatan detik-detik proklamasi selalu dibacakan baru selesai disusun pada 17 Agustus 1945 pukul 04.00, bertepatan dengan 8 Ramadhan 1364 Hijriah.





Gedung yang pernah ditempati Kedubes Inggris itu merupakan salah satu gedung bersejarah yang terselamatkan. Karena, gedung yang paling bersejarah di Jl Pegangsaan Timur (kini Jl Proklamasi) No 56, tempat proklamasi kemerdekaan dibacakan, telah dibongkar pada 1960.





Kembali ke gedung di Jl Imam Bonjol, yang kini dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi, karena naskah baru selesai dibuat jelang subuh, banyak dari mereka langsung ke kediaman Bung Karno. Meskipun teks proklamasi baru akan dibacakan pukul 10.00 pagi, tapi sejak dini hari sudah berbondong-bondong, terutama Barisan Pelopor, yang datang ke Jl Pegangsaan Timur 56.





Karena serba cepat dan belum rapi pengorganisasiannya, banyak pemuda yang akan menghadiri acara tersebut datang ke lapangan Ikada (kini Monas). Di sini kemudian disebarkan selebaran tulisan tangan agar mereka ke Pegangsaan Timur 56. Pembacaan teks proklamasi di kediaman Bung Karno dianggap lebih aman mengingat balatentara Jepang masih berkeliaran di Jakarta. Sempat dikhawatirkan akan terjadi bentrokan antara massa rakyat dengan tentara Jepang.





Ada Barisan Pelopor sekitar 100 orang dari Penjaringan, Jakarta Utara, yang datang terlambat. Mereka kecewa karena tidak sempat melihat teks proklamasi kemerdekaan dibacakan. Lalu mereka meminta agar diulang. Tapi ditolak Bung Karno. Proklamasi kemerdekaan hanya dibaca satu kali saja tak boleh diulang dan untuk selama-lamanya. Salah satu kekurangan besar yang hampir sukar dimaafkan adalah soal dokumentasi. Peristiwa paling bersejarah dan tidak mungkin diulang lagi meskipun 1000 tahun mendatang itu hampir saja tidak didokumentasikan.





Hanya ada tiga adegan penting yang diabadikan. Pertama, adegan waktu Bung Karno membacakan teks proklamasi. Kedua, sebagian dari orang-orang yang hadir. Dan, ketiga, adegan waktu acara penaikan bendera Sang Saka Merah Putih. Ketiga gambar yang dijepret Soemarto Frans Mendoer itulah yang tiap tahun dimuat di suratkabar dan majalah menjelang HUT Proklamasi.





Memang disayangkan, mengapa putra kelahiran Sulawesi Utara (Kawangkoan, red) yang berusia 32 tahun dan jadi jurufoto IPPHOS itu hanya mengabadikan tiga adegan saja dari peristiwa yang paling bersejarah tersebut. Tapi, andaikata tidak ada Frans Mendoer maka kita tidak akan punya satu foto dokumentasi pun dari peristiwa proklamasi kemerdekaan. Sementara yang paling disesalkan adalah gedung proklamasi kini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada, rencana membangun kembali nilai sejarahnya tidak mungkin sama dengan yang asli.





H Soebagio IN dalam buku Jagad Wartawan Indonesia menulis, Mendoer sudah jadi wartawan foto sejak 1935. Mula-mula dia belajar pada kakak kandungnya sendiri Alex Mendoer yang kala itu menjadi wartawan foto Java Bode, koran berbahasa Belanda di Jakarta. Di samping di Wereldnieuws, sebuah mingguan berbahasa Belanda yang dicetak di percetakan de Unie di Jakarta. Setelah Jepang kalah perang, dia pula bersama BM Diah yang mempelopori perebutan percetakan de Unie. Sedangkan Soemarto adalah nama bapak angkatnya.





Jepang tahu benar, bahwa kalau gambar pembacaan proklamasi itu sampai tersiar niscaya punya efek atau akibat psikologis yang hebat sekali kepada rakyat. Sewaktu Jepang datang kepadanya dan minta negatifnya, Frans Mendoer menyatakan tidak ada lagi padanya dan sudah diambil oleh Barisan Pelopor. Padahal negatif foto-foto peristiwa pembacaan teks proklamasi itu disembunyikan Mendoer dan ditanam di halaman kantor harian Asia Raya di bawah pohon.





Andaikata kala itu dia tidak bisa bohong niscaya generasi sekarang dan yang akan datang tidak dapat mengetahui seperti apa peristiwa itu. Seperti juga generasi sekarang tidak tahu lagi bentuk gedung proklamasi Pegangsaan Timur 56, tempat kediaman Bung Karno.





Frans Mendoer banyak pula mengabadikan suasana kota Jakarta pada masa-masa revolusi fisik, yang kini dapat kita saksikan foto-fotonya. Seperti kata-kata Merdeka atau Mati "Freedom or Death" semboyan yang banyak terdapat di Jakarta kala itu, termasuk di tembok-tembok dan trem listrik. Sewaktu pemerintah RI hijrah ke Yogyakarta, tidak ketinggalan Mendoer juga ikut serta. Bukan dengan pistol FN atau senjata bren, tapi dengan kameranya ia mengabadikan perjuangan bangsanya yang tengah bergulat hidup dan mati melawan Belanda.





Frans Mendoer meninggal dunia pada 24 April 1971 di Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta. Dalam hubungan ini Harian Pedoman mencatat, ''Tidak banyak wartawan yang mengantar jenazah Soemarto Frans Mendoer ke makamnya.''





Sedangkan Harian Merdeka menulis, ''Terlepas dari segala-galanya, dia berhak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlalwan.'' Sayangnya, tulis H Subagio IN,'' Meskipun begitu besar jasanya dan berhasil mengabdikan sejarah perjuangan bangsanya, namun dia kebetulan dianggap tidak punya syarat untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.'' Memang cukup tragis dan menyedihkan.





Bagian 4

"Perkembangan Jenis Fotografi Indonesia Di Masa Kini"


Saat menggambarkan situasi fotografi terkini di Indonesia, hal yang sangat merisaukan adalah bahwa semua fotografer handal di Indonesia, bergerak di kota besar di pulau Jawa. Perkembangan di daerah seperti Bali misalnya, terlewatkan apalagi dengan daerah lain. Bali memang unik, bukan saja karena banyaknya juru foto asing yang bekerja di sana, tetapi juga karena kecenderungannya melayani pariwisata, yang menyebabkan perkembangannya baik secara praktisis maupun teoritis berbeda.





Adalah satu kenyataan bahwa perkembangan fotografi di Indonesia berada di kota-kota besar, di mana media cetak, publikasi dan pusat-pusat kebudayaan asing berada. Kenyataan ini seperti sebuah miniatur centrum di periferi dunia besar fotografi. Di kota-kota besar inilah infrasturktur penunjang pertumbuhan dan apresiasi pada fotografi terus menerus meningkat, seperti pertumbuhan galeri foto yang memungkinkan semakin banyaknya pameran.





Penulisan yang merupakan komponen penunjang penting dalam perkembangan apresiasi dan pratek umum fotografi (dan khususnya fotografi seni yang konseptual) juga terus dan tengah berkembang. Beberapa penulis tentang fotografi tampil menonjol. Diawali oleh Yudhi Surjoatmodjo, kemudian Seno Gumira Adjidarma, kini hadir Alex Supartono dan Lisabona Rahman. Nama terakhir ini sering menulis dengan berangkat dari mata ‘perempuan’, hal yang memberi nafas segar dalam perkembangan fotografi. Tentu saja tidak dipungkiri bahwa ada penulis kritikus seni yang lain yang juga melakukan penulisan tentang fotografi (Rifky Effendi, Amminudun Th Siregar, Agung Hujatnikajenong dan Hendro Wiyanto), namun demikian nama-nama di atas memang lebih akrab dengan kegiatan praksis fotografi Indonesia umumnya, dan Jakarta, Bandung dan Jogja khususnya. Kerenanya perkembangan fotografi seni lebih dapat berkembang di tiga kota tersebut.





Oleh semakin meningkatnya jumlah media cetak di kota kota tersebut, fotografi jurnalistik semakin tampil mendominasi arena representasi fotografi. Tabloid, koran berita dan majalah bergambar bertumbuhan. Namun merupakan satu kenyataan juga bahwa kebebasan baru memiliki dua sisi. Selainkan melahirkan kreativitas baru, ia juga melahirkan eforia kebebasan. Saat fotografi jurnalistik mendominasi perkembangan fotografi sekarang ini, selain isu kebenaran berita, sensasi juga mendominasi perkembangan fotografi. Yang terakhir ini tentunya hadir oleh dukungan oleh industri pers itu sendiri. Gambar gambar yang ‘baik’ membantu pemasaran media cetak itu sendiri.





Tidaklah demikian keadaannya dengan fotografi seni yang strukturnya belum dapat berkembang karena belum adanya struktur pendukung eksistensinya secara riil. Galeri belum rutin menyelenggarakan pameran foto, belum banyaknya penulisan dan akhirnya belum adanya pembeli. Situasi ini berbeda dengan dengan perkembangan di Spanyol yang karena letaknya di Eropa Barat memungkinkan perkembangan apresiasi dan pasar. Spanyol setelah memasuki abad 21, jauh berbeda dengan saat baru lepas dari cengkraman diktatur dulu. Apakah fotografi di Indonesia akan bergerak ke arah yang sama? Tidak mudah memprediksi hal ini.






Ketika persepsi konservatif bahwa fotografi semata menghadirkan realita, masih dominan, dan rambu-rambu moral dan politik juga menjadi dominan, lagu lama dimainkan dengan instrumen yang beda. Apalagi saat pasar yang ajeg sulit berkembang oleh suasana ekonomi yang oportunistis.





Semuanya menyimpulkan bahwa selama hak mengemukakan pendapat secara visual masih dalam rambu rambu moral, ia sulit untuk berkembang lebih jauh, juga ketika fotografi dianggap semata sebagai perekam situasi obyektif (yang ditentukan oleh pemilik media). Sementara seni cenderung menjadi bagian dari elite perdagangan semata dan bukan bagian dari pernyataan sosial dan sejarah pemikiran. Tentu perlu kerja keras untuk menghadirkan subyektifitas dalam bentuk yang riil tanpa bersinggungan dengan rambu rambu ini. Untuk sesungguhnya bebas lepas dari kungkungan yang pernah ada.





Adalah satu tantangan bagi praktisi dan teoritisi fotografi di Indonesia untuk menjadikan fotografi sebagai satu media yang nyata subyektif. Rio Helmi, salah satu jurufoto di Bali yang cukup ternama, bekerja memadukan pendekatan jurnalistik dokumenter untuk kepentingan komersil, satu hal yang sulit dihindari oleh alam industri pariwisata khas Bali.





Dalam Beberapa tahun ini tumbuh dan bertahan beberapa Galeri khusus Fotografi, seperti GFJA, I-See, Oktagon, de Arneau di Jakarta. Di Bandung beberapa galeri seperti Galeri Soemardja ITB dan Selasar Soenarjo Art Space semakin sering memberi ruang pada fotografi. Begitu pula di Yogyakarta dengan Kedai Kebun, dan Mes 56.





Bagian 5

"Karya Fotografer Dunia Dipamerkan di Jakarta"


Sejumlah karya fotografer dunia ditampilkan melalui pameran bertajuk "The Jakarta International Photo Summit" di Galeri Nasional, Jakarta, mulai 3 hingga 13 Desember 2007. Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta Aurora Tambunan yang membuka pameran ini.





Sekitar 100 karya dipamerkan dalam pameran bertema "City of Hope". Foto-foto yang dipamerkan mengambil pendekatan fotografi jurnalistik dokumenter tentang kota dan segala permasalahannya.





"The Jakarta International Photo Summit adalah pertama kali digelar. Pada hakekatnya ini merupakan ajang pertemuan global bagi karya-karya fotografer dunia dengan para fotografer tanah air yang diharapkan akan berpengaruh positif terhadap perkembangan fotografi di Indonesia," ujar Pemimpin Galeri Foto Jurnalistik ANTARA, Oscar Motuloh.





Sebanyak tujuh negara berpartisipasi dalam pameran ini yakni Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Prancis, Brasil, dan Indonesia. Masing-masing fotografer dari berbagai negara tersebut menghadirkan perspektif mereka terhadap kota di mana mereka tinggal dan kompleksitas masalah sosial budaya di kota tersebut.





Karya foto tersebut dipilih oleh empat kurator yang merupakan pengamat dan pelaku fotografi yakni Firman Ichsan, Rifki A Zaelani, Alex Supartono, dan Oscar Motuloh.





Pameran ini turut didukung Pusat Kebudayaan Perancis di Jakarta (CCF) yang menghadirkan 88 karya asli dari 54 maestro fotografer dengan tema "Objectif Paris".





Foto-foto tersebut merupakan karya orisinil yang dihimpun dari Perpustakaan Sejarah, Museum Carnavale, Museum Seni Modern, Rumah Fotografi Eropa, dan Pustaka Balai untuk Seni Kontemporer.





Para fotografer dari Perancis tersebut diantaranya Brassai, Eugene Atget, Andre Kertesz, Marc Riboud, dan Henri-Cartier Bresson.





Pameran yang berlangsung hingga 13 Desember ini digagas oleh Galeri Foto Jurnalistik ANTARA, Galeri Nasional Indonesia, dan Dewan Kesenian Jakarta.




Akhir kata sebagai penutup serta kesimpulan dari isi makalah "Perkembangan Fotografi di Indonesia", bahwa janganlah sekali-kali melupakan serta meremehkan sebuah kamera dan foto, karena dengan keduanya kita bisa menciptakan sebuah momen yang abadi, seperti momen dimana detik-detik kemerdekaan yang diabadikan dan menjadi saksi sejarah sampai saat ini.





Serta seiring dengan perkembangan zaman dunia fotografi, kita pasti dituntut untuk selalu mengikutinya. Kita yang ingin menjadi seorang fotografer sejati harus ditanam dalam diri kita untuk selalu jangan lupakan sejarah masa lalu, saya ingat akan perkataan yang melegenda dari Presiden RI 1 Kita Bung Karno, bahwa untuk menjadi sebuah Bangsa yang kuat maka kita jangan lupakan sejarah perjuangan para pahlawan kita. Sama seperti hal nya foto, jangan pernah lupakan sejarah perkembangan fotografi, karena dengan kita mempelajari serta tak akan melupakan setiap masa-masa perkembangan dunia foto, maka akan menjadi cerminan kita untuk selalu bersemangat dan terus menerus berkarya untuk kemajuan yang positif perkembangan fotografi Indonesia.






Sumber Tulisan: · Ardiansyah, Yulian. 2007. Tips & Trik FOTOGRAFI. Jakarta: Grasindo. · Berandabuku.blogspot.com. 2008. Memandang Seni Fotografi, Membahasakan Realitas. Internet. · Kindarto, Asdani. 2007. Memotret dan Mengolah Foto Digital Untuk Pemula. Jakarta: Gramedia. · Komawangkoan.net. 20 Januari 2008. FRANS MENDUR - Pejuang Proklamasi. Internet. · Kompas.com. 15 Mei 2004. Kisah Sebuah Kamera Tua yang Bersejarah. Internet. · Matroji. 2000. IPS Sejarah Untuk SLTP Kelas 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. · MediaIndonesia.com. 2008. Karya Fotografer Dunia Dipamerkan di Jakarta. · Internet: Google Search. · www.balipost.com. 2008. Konsep Estetika dalam Dunia Fotografi. Internet. · www.goethe.de. Maret 2005. Akhir. Internet · www.pikiran-rakyat.com. 08 Maret 2007. Mahasiswa dan Fotografi: Semangat, Eksistensi, & Keseriusan. Internet

DARWIS TRIADI


Andreas Darwis Triadi (lahir: Solo, Jawa Tengah, 15 Oktober 1954) atau lebih dikenal dengan Darwis Triadi adalah seorang ahli fotografer glamor dan fashion senior Indonesia. Darwis Triadi mengembangkan minat fotografinya sejak tahun 1979. Ilmu desain pun turut dipelajari untuk memperkaya kemampuan artistiknya. Karena prestasinya yang terus meningkat, dia diberi kepercayaan untuk menampilkan karyanya pada majalah tahunan Hasselblad yang berskala internasional di tahun 1990. Dalam kurun waktu bersamaan, ia sempat mempresentasikan slide andalannya dalam acara Photo Kina International Competition di Köln, Jerman. Kompetisi ini digelar dalam rangka "Hasselblad International Annual". Setahun kemudian, majalah internasional Vogue memajang karyanya pada artikel spesial tentang Indonesia. Bron Elektronik AG dari Swiss, produsen lampu Broncolor, memilihnya untuk mengisi kalender Broncolor tahun 1997. Darwis akhir-akhir ini sering membuat seminar, dan workshop tentang fotografi. Dia juga telah mendirikan lembaga pendidikan fotografi di Jakarta Selatan.

Sumber & Foto: wikipedia.com


Pengertian Fotografi
Kamis, 03 April 08 - oleh : Niko Supriadi


Kata Fotografi diambil dari Yunani yaitu kata Fotos yang berarti sinar atau cahaya, dan Grafos yang bararti gambar. Dalam seni rupa, fotografi adalah proses pembuatan lukisan dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.
Prinsip fotografi adalah memfokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghasilkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa).
Pada umumnya semua hasil karya fotografi dikerjakan dengan kamera, dan kebanyakan kamera memiliki cara kerja yang sama dengan cara kerja mata manusia. Seperti halnya mata, kamera memiliki lensa, dan mengambil pantulan cahaya terhadap suatu objek dan menjadi sebuah image. Tetapi, sebuah kamera dapat merekam sebuah image kedalam sebuah film dan hasilny tidak hanya bisa dibuat permanen tetapi dapat pula diperbanyak, dan diperlihatkan kepada orang lain. Sedangkan mata, hanya dapat merekam image kedalam memori otak dan tidak bisa dilihat secara langsung kepada orang lain.
Untuk menghasilkan ukuran cahaya yang tepat untuk menghasilkan bayangan, digunakan bantuan alat ukur lightmeter. Setelah mendapat ukuran cahaya yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur cahaya tersebut dengan mengatur ASA (ISO Speed), diafragma (aperture), dan penggunaan filter.